Kalimantan, Carbon stock, Biodiversity loss, Pulp & paper, jerebu, kabut asap, karhutla, kebakaran, kertas, Lahan, perkebunan, pulp, sawit, titik api,
Asap kebakaran hutan dan lahan kembali mengepung kota Pekanbaru. Kondisi ini telah berlangsung sejak dua bulan yang lalu dan terhenti sekitar sepekan akhir Agustus. Selasa pagi (10/9), jarak pandang bahkan berkisar antara 800 meter hingga 1 kilometer.
Dilansir dari portal berita liputan6, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun Pekanbaru menyebutkan bahwa kondisi serupa juga terjadi di Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu. Jarak pandang di sana hanya mencapai 800 meter karena tebalnya kabut asap.
"Kabupaten Pelalawan juga diselimuti kabut asap, jarak pandang 1,5 kilometer. Begitu juga dengan Kota Dumai, jarak pandang 3 kilometer karena asap," ungkap Kasi Data dan Informasi BMKG Pekanbaru, Marzuki, Selasa (10/9/2019).
Selain berdampak terhadap kesehatan, kabut asap yang terjadi di Kota Pekanbaru dan beberapa daerah di Riau juga berdampak terhadap aktivitas belajar mengajar siswa SD, SMP dan SMA. Hal ini membuat Pemerintah Kota Pekanbaru meliburkan semua sekolah hingga 11 September 2019. Dalam catatan Kemdikbud ada sekitar 650 sekolah dari jenjang SD hingga SMA di ibukota Riau ini.
Selain Pekanbaru, beberapa kabupaten dan kota di Riau juga meliburkan murid-murid sekolah dalam berbagai jenjang. Begitupun di kota Jambi, demikian laporan Tribunnews.
Berdasarkan pantauan satelit NASA FIRMS VIIRS yang dianalisis oleh tim Eyes on the Forest pada periode 2-9 September 2019, terdeteksi 163 titik api berasal lahan gambut dalam konsesi APP (PT Arara Abadi, PT Ruas Utama Jaya, dan sebagainya); 637 titik dari konsesi APRIL (PT RAPP, PT Bina Daya Bentara, PT Sumatera Riang Lestari, dan lainnya.) Serta 850 titik berasal dari grup lain dimana di Jambi tercatat dulunya konsesi PT Dyera Hutani Lestari yang sudah dicabut KLHK pada 2015. Ironisnya, titik api tidak hanya berasal dari konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau, namun beberapa perusahaan yang berada di areal HGU pun turut menyumbang titik api sebanyak 151 titik, terutama dari PT Gandaerah Hendana.
Restorasi gambut sudah sejauh mana?
Laporan investigatif EoF Agustus lalu menyebutkan sejumlah perusahaan yang disurvey masih mengalami kebakaran pada Juli-Agustus 2019. Dan kebakaran ini masih berlanjut di bulan ini karena dalam pantauan satelit NASA FIRM Viirs, PT Sumatera Riang Lestari blok 3 (APRIL/RGE) dan PT Rimba Rokan Perkasa (izin dicabut KLHK 2016, bekas pemasok APP) terdeteksi banyak titik api. Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terus berulang menunjukkan bahwa hingga saat ini perusahaan belum melakukan restorasi gambut secara maksimal.