Siaran pers: Pembangunan Jalan Logging APP Mengancam Hutan Penyimpan Karbon Terbesar Dunia
Siaran Pers
Untuk disiarkan segera 26 Maret 2008
Pekanbaru – Dalam sebuah laporan investigasi yang dipublikasikan hari ini oleh Eyes on the Forest, bukti-bukti menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan gabungan Asia Pulp & Paper (APP) belum lama ini membuka sebuah jalan logging yang memotong jantung hutan gambut penting di Semenanjung Kampar, Riau. Hutan gambut ini memiliki ekosistem hidrologis yang sangat langka yang berfungsi sebagai salah satu penyimpan karbon terbesar dunia, yaitu dengan jumlah simpanan karbon per hektar lebih banyak daripada ekosistem lainnya di dunia.
Menurut Eyes on the Forest – koalisi Jaringan LSM Jikalahari, Walhi Riau, dan WWF- Indonesia, jalan koridor APP, yang pembangunannya diindikasikan secara kuat tidak sah itu, akan memudahkan APP serta perusahaan gabungannya untuk mulai kembali menebangi hutan alam dan menimbulkan kerusakan tanah gambut di kawasan tersebut. Semenanjung Kampar merupakan kawasan konservasi kunci yang diakui secara global, dan merupakan salah satu blok hutan rawa gambut tropis bersambungan (contiguous tropical peatland) yang terbesar di dunia
“Tidak bisa diterima secara moral kalau salah satu perusahaan kertas terbesar dunia tanpa malu mengabaikan hukum di Indonesia dan menghancurkan sumber daya alam yang merupakan milik masyarakat Riau,” ujar Teguh Surya, Deputi Direktur Walhi Riau. “Kami mendesak keras APP untuk menjalankan bisnis yang bertanggungjawab dan melakukan kegiatan operasional dalam koridor hukum. Sebelum APP berhasil melakukan hal tersebut, pembeli kertas dunia seharusnya berhenti berbisnis dengan APP.”
Kawasan Semenanjung Kampar juga merupakan salah satu dari sedikit habitat yang tersisa bagi harimau Sumatera yang populasinya di alam liar saat ini diperkirakan menurun menjadi tinggal 400-500 ekor. Kawasan itu dirancang sebagai “lanskap konservasi harimau prioritas regional” oleh para pakar harimau terkemuka dunia di tahun 2006. Perhitungan awal oleh WWF-Indonesia menunjukkan bahwa semenanjung Kampar yang terkelola baik bisa menjadi rumah bagi sekitar 60 ekor harimau.
“Saat melakukan survey di lapangan dua pekan lalu, tim EoF menemukan jejak harimau di sepanjang jalan koridor APP,” ujar Nursamsu, koordinator EoF dari WWF- Indonesia. “Peluang harimau-harimau ini untuk dapat bertahan akan sangat kecil bilamana APP mulai melakukan penebangan skala besar. Para pemburu pun akibatnya akan dengan mudah menemukan akses menuju habitat satwa langka tersebut.”
Jalan logging APP dan drainase atau pengeringan gambut yang mengiringinya dapat menyebabkan efek merusak terhadap seluruh kubah gambut. Kampar bisa dianggap sebagai sistem hidro-ekologis tunggal, yang terdiri sepenuhnya dari satu kubah gambut tunggal yang sebagian besar berkedalaman lebih dari 10 meter – sangat dalam untuk gambut, dengan simpanan karbon yang sangat banyak. Menurut Eyes on the Forest, kegiatan drainase dan pembangunan HTI di puncak kubah gambut Kampar bisa menyebabkan kubah gambut itu ambruk dan melepaskan sejumlah besar karbon.
Jaringan LSM Jikalahari dan WWF secara resmi telah mengajukan usulan kepada Departemen Kehutanan untuk melindungi hutan alam Kampar. Jikalahari juga telah menandatangani sebuah kesepakatan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Siak dan Pelalawan pada konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali tahun silam. Menurut informasi yang disampaikan APP kepada Eyes on the Forest, Pemerintah Kabupaten Siak lah yang telah memberikan izin membangun jalan logging, untuk menghubungkan dua desa terpencil. Namun Citra Satelit menunjukkan bahwa jalan yang dibangun APP samasekali tidak dibuat menuju dua desa itu, Teluk Lanus dan Sungai Rawa.
”APP mengklaim bahwa jalan yang telah dikeraskan dan canggih ini dibangun untuk keuntungan masyarakat setempat,” ujar Susanto Kurniawan, Koordinator Jikalahari. ”Sungguh tidak pantas melihat perusahaan multimiliaran dolar bersembunyi di belakang kepentingan orang desa yang miskin dan terisolir, mereka tidak akan menerima secara mutlak keuntungan dari jalan ini, namun sebaliknya akan menderita dari akibat kegiatan-kegiatan APP.”
Dua pemilik konsesi dimana kedua jalan tersebut dibangun merupakan perusahaan gabungan APP, dimana keduanya beroperasi berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh Bupati, yang sebenarnya tidak berwenang mengeluarkan izin tersebut. Meskipun saat ini izin definitif dari Menteri Kehutanan sudah dikeluarkan, penebangan hutan alam untuk pembangunan HTI di kawasan tersebut semestinya tidak dilakukan karena bertentangan dengan kriteria pembangunan HTI (kedalaman gambut lebih dari 3 meter dan kondisi dan status hutan alam yang masih baik, lihat Pasal 4 dan 6 P.03/Menhut- II/2005)
Saat ini APP sedikitnya mengancam tiga blok hutan lainnya di Riau dan Jambi: hutan dataran rendah kering Bukit Tigapuluh, hutan-hutan gambut Senepis dan Kerumutan.
Semenanjung Kampar adalah kawasan tanah gambut dengan luas sekitar 700.000 hektar. Sampai 2002, Kampar masih sepenuhnya ditutupi hutan alam, namun pada 2007 sekitar 400.000 ha saja yang tersisa. Kebanyakan hutan yang hilang ditebang untuk memasok kayu hutan alam bagi pabrik yang dijalankan oleh APP dan kompetitornya, Asia Pacific Resources International Holding (APRIL) dan kemudian ditanami dengan akasia. Sebagian kecil dari hutan yang telah dibuka tersebut telah dikonversi menjadi kebun kelapa sawit atau tanah telantar.
Laporan investigasi konversi APP di Kampar, dapat diunduh di: http://www.eyesontheforest.or.id
Untuk keterangan lebih lanjut silahkan kontak:
Susanto Kurniawan (Jikalahari) : 0812 7631 775
Teguh Surya (WALHI Riau) : 0813 7189 4452
Nursamsu (WWF-Indonesia, Riau) : 0812 7537 317
E-mail ke Eyes on the Forest : eof@eyesontheforest.or.id
Catatan: Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi LSM Lingkungan di Riau, Sumatera: WALHI Riau, Jikalahari "Jaringan Penyelamat Hutan Riau”, dan WWF-Indonesia, Riau Program. EoF memonitor status hutan alam di Propinsi Riau, Sumatera dan mendesiminasikan informasi tersebut ke pembaca di seluruh dunia. Kunjungi : http://www.eyesontheforest.or.id