Kejadian penebangan hutan alam yang sangat masif pernah terjadi di Riau, antara tahun 2000-2008. Kala itu, awal tahun 2000, potongan kayu gelondongan kayu bulat berdiameter mulai dari 20 cm hingga mencapai 1 m kerap ditemukan berjejeran di pinggir hutan. Pemandangan itu selalu menghiasi setiap jalanan beraspal menuju industri sawmill, kayu lapis (plywood) serta industri bubur kertas dan kertas (pulp and paper) di Riau.
Hampir 10 tahun pemandangan itu telah terlupakan. Namun kini, hasil pemantauan Eyes on the Forest (EoF) bulan Maret 2021 di Desa Tenggayun, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau mengingatkannya kembali.
Hasil pemantauan EoF Maret 2021 menemukan adanya penebangan hutan alam pada beberapa titik koordinat N1°29'55.04" E 101°52'17.75", N 1°30'5.92" E 101°52'27.14". Penebangan hutan alam ini terjadi pada areal kawasan hutan yang berbatasan dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT Bukit Batu Hutani Alam (PT BBHA), yang merupakan anak perusahaan dari grup Asia Pulp & Paper (APP)/Sinar Mas Group.
Hasil wawancara EoF dengan masyarakat dan kontraktor penebangan berinisial MN, yang ditemui di sekitar lokasi, teridentifikasi pelaku penebangan hutan alam di areal ini adalah Koperasi Siak Mandiri Lestari. Masih berdasarkan keterangan MN, Kegiatan penebangan sudah dilakukan sejak Februari 2021 dan direncanakan areal untuk pembalakan seluas 2.000 hektar. Dalam estimasi EoF melalui citra satelit, penebangan liar hutan alam ini telah mencapai luas sekitar 70 hektar.
Pembuatan kanal baru
Areal penebangan hutan alam ini merupakan kawasan hutan bergambut. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan Nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, areal penebangan hutan alam ini berada pada Indikatif Fungsi Lindung. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang diganti menjadi PP Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP 71/2014 jo PP 57/2016), menegaskan bahwa Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan:
penelitian;
ilmu pengetahuan;
pendidikan; dan/atau
jasa lingkungan.
Tim EoF memahami bahwa setelah PP 71/2014 jo PP 57/2016 diterbitkan, tidak ada lagi perizinan baru di Ekosistem Gambut pada fungsi lindung. Namun tim EoF menemukan di arah menuju lokasi penebangan, para pelaku telah membuat kanal baru untuk jalur transportasi pengangkutan kayu dari lokasi Tempat Pengumpulan Kayu (Tpn) ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) (foto 1 dan 2).