Penebangan Hutan Alam Kembali Terjadi di Riau

EoF News / 09 April 2021
Tumpukan kayu alam yang sudah ditebang di lokasi Koperasi Siak Mandiri Lestari. Foto: Dokumentasi Eyes on the Forest, 2021.

Kejadian penebangan hutan alam yang sangat masif pernah terjadi di Riau, antara tahun 2000-2008. Kala itu, awal tahun 2000, potongan kayu gelondongan kayu bulat berdiameter mulai dari 20 cm hingga mencapai 1 m kerap ditemukan berjejeran di pinggir hutan. Pemandangan itu selalu menghiasi setiap jalanan beraspal menuju industri sawmill, kayu lapis (plywood) serta industri bubur kertas dan kertas (pulp and paper) di Riau.

Hampir 10 tahun pemandangan itu telah terlupakan. Namun kini, hasil pemantauan Eyes on the Forest (EoF) bulan Maret 2021 di Desa Tenggayun, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau mengingatkannya kembali.

Hasil pemantauan EoF Maret 2021 menemukan adanya penebangan hutan alam pada beberapa titik koordinat N1°29'55.04" E 101°52'17.75", N 1°30'5.92" E 101°52'27.14". Penebangan hutan alam ini terjadi pada areal kawasan hutan yang berbatasan dengan  Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) PT Bukit Batu Hutani Alam (PT BBHA), yang merupakan anak perusahaan dari grup Asia Pulp & Paper (APP)/Sinar Mas Group.

Hasil wawancara EoF dengan masyarakat dan kontraktor penebangan berinisial MN, yang ditemui di sekitar lokasi, teridentifikasi pelaku penebangan hutan alam di areal ini adalah Koperasi Siak Mandiri Lestari. Masih berdasarkan keterangan MN, Kegiatan penebangan sudah dilakukan sejak Februari 2021 dan direncanakan areal untuk pembalakan seluas 2.000 hektar. Dalam estimasi EoF melalui citra satelit, penebangan liar hutan alam ini telah mencapai luas sekitar 70 hektar.

Pembuatan kanal baru

Areal penebangan hutan alam ini merupakan kawasan hutan bergambut. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan Nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, areal penebangan hutan alam ini berada pada Indikatif Fungsi Lindung.  Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang diganti menjadi PP Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP 71/2014 jo PP 57/2016), menegaskan bahwa Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan:

  1. penelitian;
  2. ilmu pengetahuan;
  3. pendidikan; dan/atau
  4. jasa lingkungan.

Tim EoF memahami bahwa setelah PP 71/2014 jo PP 57/2016 diterbitkan, tidak ada lagi perizinan baru di Ekosistem Gambut pada fungsi lindung. Namun tim EoF menemukan di arah  menuju lokasi penebangan, para pelaku telah membuat kanal baru untuk jalur transportasi pengangkutan kayu dari lokasi Tempat Pengumpulan Kayu (Tpn) ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) (foto 1 dan 2). 

Tebang habis permudaan buatan

Tim EoF belum memperoleh data dan informasi lebih lanjut apakah areal penebangan ini diperuntukkan untuk pengembangan hutan tanaman ataupun kebun kelapa sawit. Namun tim menduga bahwa areal penebangan ini ditujukan untuk pengembangan hutan tanaman. Dugaan ini didasarkan atas lokasi penebangan yang berada pada Kawasan hutan dan pola penebangannya memakai sistem silvilkultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB). Namun, belum diketahui apakah perizinan yang digunakan dengan  memakai Hutan Tanaman Rakyat (HTR), yang merupakan salah satu skema Perhutanan Sosial (foto 3 dan 4).

Penyuplai bahan baku industri sawmill dan plywood di Sumatera Utara

Berdasarkan temuan kayu di TPn dan TPK di lokasi, hasil tebangan kayu alam merupakan kayu gelondongan dengan panjang ukuran 4-4,5 meter. Wawancara dengan warga dan awak truk yang ditemui di lapangan, menyebutkan kayu-kayu dari tebangan Koperasi Siak Mandiri Lestari diangkut untuk menyuplai industri sawmill (industri penggergajian kayu) di Sumatera Utara. Tim EoF belum memperoleh informasi nama dan lokasi industri di Sumatera Utara (foto 5, 6 dan 7). 

Perizinan penebangan dan dokumen angkut yang belum terkonfirmasi

Sejauh ini tim EoF belum bisa mengonfirmasi perizinan penebangan dari Dinas Lingkungan dan Kehutanan Provinsi Riau dan maupun ke  Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) wilayah III Pekanbaru terkait Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu (SKSHHK). Sehingga tim EoF belum bisa menyebutkan adanya perizinan penebangan dan dokumen  angkut kayu dari TPK ke industri di Sumatera Utara.

Melalui EoF News ini, EoF meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) wilayah III Pekanbaru dan dinas instansi terkait untuk menelisik legalitas penebangan hutan alam di kawasan hutan di wilayah administrasi Desa Tenggayun Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Penyelidikan juga diminta  terhadap surat angkutan kayu yang digunakan dari TPK ke industri sawmill di Sumatera Utara.

Peta 1 dan 2. Peta pemantauan penebangan hutan alam di kawasan hutan wilayah administrasi Desa Tenggayun Kecamatan Bandar Laksamana Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau dan relevansi tumpang susun dengan Kawasan perlindungan gambut.