Ada titik api di sekitar kebun dan HTI di Pulau Rupat

EoF News / 07 July 2020
Kebakaran lahan gambut di areal konsesi PT Sumatera Riang Lestari Blok Pulau Rupat seluas 300 hektar, tahun 2015. Foto: Eyes on the Forest 2015

Api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih muncul di sekitar perkebunan dan konsesi perusahaan hutan tanaman industri. Awal Juli giliran api menghampiri Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, ketika 3 Juli 2020 sekitar 2 hektar lahan karhutla membara di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), perbatasan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) milik grup APRIL/RGE dengan PT Priatama Rupat, perusahaan sawit, di Desa Tanjung Kapal. 

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bengkalis, Tajul Mudaris mengatakan, Karhutla terjadi sejak Rabu (1/7/2020). “Jenis lahan yang terbakar ini lahan gambut. Dari semula lebih kurang dua hektar pada hari pertama, Kamis petang kemarin menjadi delapan hektar. Petugas terus melakukan pemadaman sekitar dua hektar sudah berhasil dijinakkan," ungkap Tajul, Kamis (2/7/20) malam, seperti dikutip Riauterkini.com.

Sebelumnya, harian Merdeka juga melaporkan pada 27 Februari 2020, kebakaran lahan juga terjadi di Pulau Rupat seluas 10 hektar dan saat itu dilakukan pemadaman baru bisa dilakukan setelah 11 hari. 

Peta distribusi titik panas di PT SRL, grup RGE, 1-6 Juli 2020.

 

Analisis Eyes on the Forest berdasarkan hasil deteksi satelit NASA FIRM VIIRS (dengan level confidence nominal, setara dengan <80%) sejak 1 Juli hingga 6 Juli 2020, terdapat 4 titik panas (hotspot) di konsesi PT SRL blok IV (Pulau Rupat) dan 1 titik panas di konsesi PT SRL blok V (Pulau Rangsang). Lima titik tersebut terdeteksi berada di lahan gambut dengan kedalaman 2-4 meter.

PT SRL belum patuh

Ini bukan kali pertama kebakaran hutan dan lahan terjadi di pulau Rupat. Dalam catatan Eyes on the Forest, PT SRL juga terlibat dalam karhutla yang terjadi di tahun 2015. Di tahun 2019, Eyes on the Forest melakukan pemantauan dengan drone dan survey lapangan di Kawasan Pasca kebakaran 2015 di peta BRG 2016 dan menemukan bahwa kawasan besar dipanen atau ditanami lagi dengan akasia dan pohon karet. EoF mengindikasikan bahwa PT SRL blok IV melanggar P 16/2017 dengan menanam lagi akasia setelah memanen tanaman lama, bukannya memulihkan Kawasan dengan spesies yang diwajibkan.

EoF juga mengecek sejumlah blok kanal di PT SRL blok IV dan menemukan hanya dua blok kanal yang masih berfungsi mengatur permukaan air, sehingga diindikasikan bahwa upaya restorasi gambut yang dilakukan PT SRL buruk. PT SRL Blok IV pernah menjadi salah satu tersangka kasus karhutla di Riau yang diusut Kementerian Lingkungan Hidup pada 2013-2014.

Dalam catatan media, PT Priatama Rupat (Surya Dumai group) juga terbakar pada pertengahan 2019 dan Satgas Karhutla Riau mengusut penyebab kebakaran itu, demikian Haluan Riau (30/7/2019).

Profesor Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University mengungkapkan dalam podcast KBR, bahwa pengendalian karhutla merupakan tanggung jawab bersama. “Ketika korporasi punya kegiatan usaha yang terkait dengan karhutla, maka mereka wajib melindungi areal mereka dari ancaman kebakaran. Entah itu HPH, sawit, HTI dsb,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan kebakaran terus berulang karena masih banyak korporasi yang bermain api. “Dari 17 perusahaan di Riau yang saya uji untuk audit compliance [kepatuhan] di tahun 2014, tidak ada satupun yang comply atau patuh,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo mengatakan 99 persen karhutla terjadi akibat ulah manusia. Karhutla kerap terjadi sejumlah wilayah di Indonesia setiap tahunnya. "Kita tahu 99 persen karhutla karena ulah manusia baik disengaja maupun kelalaian," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas tentang 'Antisipasi Karhutla' di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (23/6).