Gubernur akan tertibkan sawit ilegal, ketika Menhut disebut

EoF News / 20 August 2020
Ilustrasi. Kebun sawit dalam kawasan hutan. Dokumentasi EoF 2019

Gubernur Riau Syamsuar bertekad akan mengambil tindakan tegas terhadap perkebunan kelapa sawit ilegal yang ada di Provinsi Riau, khususnya yang berada dalam kawasan hutan. Hal tersebut ia ungkapkan dalam rapat tertutup di kantor Gubernur Riau pada Rabu (12/8).

Dalam operasi penertiban ini, kata Syamsuar, sasaran utamanya adalah kebun-kebun perusahaan bukan kebun rakyat,

"Kriteria ilegal yaitu tidak mengantongi izin dalam maupun luar kawasan hutan ataupun secara sembunyi-sembunyi berdiri di dalam kawasan hutan. Kita tidak akan menyasar kebun-kebun masyarakat tidak berizin milik rakyat kecil yang hanya menguasai lahan seluas 2 hektare,” tegas Syamsuar dalam harian Media Indonesia (12/8).

Untuk diketahui, tahun 2019 Tim Satgas Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan/Lahan secara Ilegal Riau telah menyisir 32 perusahaan di sembilan kabupaten se-Riau.

Hasilnya dari 80.855,56 hektare lahan yang diukur tim satgas, terdapat 58.350,62 hektare lahan berada di kawasan hutan (ilegal). Sedangkan sisanya 22.534,62 hektar lahan di luar kawasan hutan atau Area Penggunaan Lain (APL).

Komisi Pemberantasan Korupsi pada April 2019 sudah meminta Pemprov Riau untuk menindak perkebunan sawit milik perusahaan yang membuka kebun di Kawasan hutan dan ditengarai tidak membayar pajak. Ini juga sesuai dengan temuan tim Pansus DPRD Riau untuk monitoring dan evaluasi izin perkebunan sawit pada 2015 yang menduga lebih dari 1 juta hektar kebun sawit berada dalam Kawasan hutan.

Sejumlah kalangan aktivis lingkungan sebelumnya berharap Gubernur Syamsuar melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan sawit yang beroperasi di Kawasan hutan.

Menteri disebut dalam persidangan Darmex group

Dalam perkembangan sebelumnya, Pengadilan Negeri Pekanbaru telah menggelar sidang lanjutan tindak pidana korupsi terdakwa Suheri Terta, Kamis (6/8). Sidang ini menghadirkan dua orang saksi yakni Masyhud sebagai Mantan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan, Kementerian Kehutanan dan Dermawani Siregar sebagai Staf Legal di Duta Palma Group.

Pada sidang sebelumnya, JPU KPK, Wahyu Dwi Oktafiano, menyebutkan dalam dakwaannya bahwa Suheri Terta memberikan uang suap kepada Annas Maamun terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Suap diberikan Suheri Terta bersama Surya Darmadi (DPO), pemilik PT Duta Palma dan Darmex Agro group.

Dilansir dari Senarai (6/8), Mashyud menjelaskan dalam kesaksiannya bahwa ia turut mendampingi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, saat menyerahkan Surat Keputusan Menhut nomor 673/2014 tentang perluasan kawasan hutan melalui proses perubahan tata ruang ke Gubernur Riau, Annas Maamun.

“Saat itu, menteri menyerahkan SK tersebut langsung kepada Annas Maamun. Dalam pidatonya, menteri katakan bahwa itu [SK 673] dapat dilihat dan dikoreksi. Andai saja ada yang dirasa kurang pas, maka boleh direvisi,” ungkapnya.

Mashyud juga menambahkan bahwa Menteri Zulkifli Hasan sempat meminta bantuannya untuk menolong Surya Darmadi.

“Saya kenal dengan Surya Darmadi, dikenalkan waktu beliau bertamu pada Pak Menteri. Selain memperkenalkan beliau kepada saya, Zulkifli juga sekilas menyampaikan tolong dibantu orang ini. Namun saya tak tahu maksudnya bantu dalam hal apa.”

Sementara Dermawani Siregar mengungkapkan bahwa ia tak mengetahui bahwa PT Duta Palma berada di dalam kawasan hutan.

“Berdasarkan yang saya ketahui, Darmex Agro adalah perusahaan yang menaungi PT di bawahnya, termasuk Duta Palma. Ada lima perusahaan beroperasi di Indragiri Hulu. Suheri Terta berperan mengurus perizinan seluruh perusahaan yang ada di Riau, termasuk Indragiri Hulu,” jelasnya.