Kalimantan, Sumatra, Carbon stock, Biodiversity loss, Pulp & paper, APP, FCP, HTI, KAMH, Koalisi, komitmen, korporat, pemasok, pulp, sinar mas,
JAKARTA, 15 MEI 2019—Masih hangat di ingatan publik kasus kebakaran hutan dan gambut yang melibatkan raksasa penghasil kertas Sinar Mas (dikenal dengan merek dagang Asia Pulp & Paper—APP) beserta perusahaan pemasok kayunya. Kini, APP harus jujur dan komprehensif mengungkap informasi penerima manfaat perusahaan-perusahaan dalam rantai pasok APP dan secara transparan menjalankan menjalankan komitmen pelestariannya.
Demikian kesimpulan Koalisi Anti Mafia Hutan (KAMH) seperti dirangkum dalam dokumen respon sepanjang 11 halaman berjudul “Pengakuan APP/Sinar Mas Mengenai Keterhubungannya Dengan Perusahaan-Perusahaan Bermasalah” yang disampaikan kepada pers pada Rabu, 15 Mei 2019 di Jakarta.
Tanggapan 11 halaman tersebut merupakan umpan balik atas publikasi ringkasan eksekutif “APP Assessment on its Links with Industrial Forest Plantations in Indonesia” terbitan 15 Maret 2019.2 Asesmen perusahaan APP yang diinisiasi pada Juni 2018 merupakan tanggapan atas analisa Koalisi yang terbit tahun lalu dengan judul: “Buka Dulu Topengmu: Analisis Struktur Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pemasok Kayu Asia Pulp & Paper (APP) di Indonesia (Removing the Corporate Mask: An Assessment of the Ownership and Management Structures of Asia Pulp & Paper’s Declared Wood Suppliers in Indonesia. May 30, 2018. Jakarta, Indonesia).
Menurut Abimanyu Sasongko Aji, juru bicara Koalisi, ada tujuh poin penting yang Koalisi temukan dari jawaban perusahaan APP. Pertama, tindakan APP yang mengingkari komitmennya untuk mengundang auditor independen dalam melakukan asesmen. “Asesmen itu tidak dibuat oleh auditor independen, tapi dibuat sendiri oleh APP,” kata Aji.
Meski diproduksi sendiri, ringkasan asesmen itu telah mengonfirmasi sejumlah analisa Koalisi setahun sebelumnya, antara lain, dugaan afiliasi APP dengan perusahaan yang terlibat deforestasi, perusakan gambut, dan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Ringkasan asesmen itu juga senada dengan laporan eksklusif kantor berita Associated Press pada Desember 2017 yang berjudul “Pulp Giant Tied to Companies Accused of Fire.”
Seperti ditulis Koalisi dalam dokumen tanggapannya, perusahaan APP/Sinarmas tidak menyangkal klaim bahwa karyawan/mantan karyawannya adalah pemilik saham, direktur, dan/atau komisaris pada perusahaan pemasok bubur kayu yang oleh APP diklaim “independen.” Berikut poin-poin lain yang terkonfirmasi:
• Perusahaan APP/Sinar Mas mengakui bahwa empat pemasok kayu yang terlibat dalam kebakaran hutan 2015 merupakan ‘mitra’ dengan pengaruh signifikan, termasuk kemungkinan adanya hubungan kepemilikan dan pengelolaan.”
• Perusahaan APP/Sinar Mas mengakui membeli kayu dari PT. Fajar Surya Swadaya, pemasok dari Kalimantan Timur yang melakukan deforestasi,”
• Berkaitan dengan bantahan sebelumnya, perusahaan APP/Sinar Mas mengakui punya hubungan dengan PT. Sarana Bina Semesta Alam, pabrik serpih kayu di Kalimantan Timur yang menerima kayu dari hasil deforestasi hutan alam.
• Kepemilikan PT. Muara Sungai Landak, perusahaan perkebunan pelaku deforestasi dan penghancuran lahan gambut, diatribusikan kepada eks-karyawan. Bahkan Sustainability Director APP saat ini merupakan mantan pemilik saham.
• Daftar perusahaan yang dideklarasikan APP tidak mencakup keseluruhan struktur perusahaan APP/Sinar Mas.
Koalisi Anti Mafia Hutan juga memberi perhatian khusus atas tanggapan APP yang mengakui adanya “kesalahan administrasi” atas pembelian kayu dari PT Fajar Surya Swadaya di Kalimantan Timur yang menghabisi hutan tanpa adanya penilaian terhadap lokasi dengan nilai konservasi tinggi (NKT, HCV) dan high carbon stock (HCS).
Nursamsu dari WWF Indonesia menyebut ini sebagai bentuk kurangnya komitmen APP dalam pelestarian dan transparansi. “Jelas ini sebagai bentuk buruknya kredibilitas APP yang harus menjadi perhatian saat proses pemenuhan standar Forest Stewardship Council (FSC)” kata Nursamsu.
Sebagai upaya mendorong komitmen transparansi dan pelestarian APP, Koalisi menyampaikan sejumlah desakan untuk dipenuhi oleh APP, yaitu:
• Memenuhi keharusan dalam Peraturan Presiden 13/2018 agar mendeklarasikan penerima manfaat semua perusahaan pemasok APP;
• Membuka nama pemegang saham yang sah, serta penerima manfaat dari semua entitas perusahaan yang dikendalikan, terafiliasi dengan, dan/atau terhubung dengan APP dan Grup Sinar Mas di semua yurisdiksi secara global;
• Merilis laporan finansial yang sudah diaudit terhadap semua perusahaan HTI yang memasok serat kayu ke pabrik pulp APP di Indonesia.
Tak hanya mendesak APP, Koalisi juga mendorong berbagai pihak, mulai dari Presiden RI, DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, dan sejumlah lembaga terkait untuk menelisik berbagai potensi kecurangan maupun yang merugikan bagi perekonomian negara atas keberadaan APP/ Sinarmas.
Koalisi Anti Mafia Hutan adalah gabungan organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam bidang pelestarian dan konservasi lingkungan, yakni: Auriga, Hutan Kita Institute, Integritas, Pusat Studi Konstitusi, Woods & Wayside Internasional, WWF, YLBHI, Kemitraan, Environmental Paper Network, dan Rainforest Action Network Indonesia.