Titik panas meningkat, kabut asap menyentuh Pekanbaru

EoF News / 25 July 2019
Peta sebaran titik panas di Riau kurun 17-24 Juli 2019. ©Eyes on the Forest 2019.

Kabut asap  akibat kebakaran hutan dan lahan kembali menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, pagi ini.  Sebanyak 263  titik panas terdeteksi di Riau sejak 17 Juli hingga 24 Juli 2019, berdasarkan pantauan satelit NASA FIRMS VIIRS yang dianalisa oleh tim Eyes on the Forest.

Tampak sebaran terbesar titik panas tersebut berada di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Pelalawan. Dalam sepekan terakhir, titik panas tertinggi, yakni 64 titik terjadi pada tanggal 20 Juli 2019 dan mengalami penurunan menjadi 5 titik pada tanggal 23 Juli 2019. Namun kembali terjadi peningkatan hingga 35 titik pada tanggal 24 Juli 2019.

Dilansir dari harian Kompas (25/7), Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger mengungkapkan bahwa karhutla di Pelalawan sulit dipadamkan.

"Ada satu titik api di Pelalawan yang tidak bisa dijangkau tim darat. Tidak ada akses, karena semak belukar dan rawa. Sehingga kami kirim satu heli water bombing."

Bau menyengat asap sudah dirasakan warga saat menjelang subuh hingga pagi hari. "Bau asapnya sangat terasa menyesakkan dada. Saya sampai batuk-batuk sepanjang jalan," ungkap Rido, warga di Jalan Teuku Umar Pekanbaru, kepada harian Media Indonesia.

Kabut asap yang cukup pekat juga mengganggu jarak pandang pengendara. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru mencatat, jarak pandang mendatar di Kota Pekanbaru enam kilometer.

Sebelumnya, 15 hektar lahan gambut yang berlokasi di Jalan Walet, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru juga terbakar sejak Jumat (19/7).  Hingga saat ini belum diketahui sejauh mana upaya pemadaman yang dilakukan.

Kebakaran hutan dan lahan menjadi ancaman terbesar saat musim kemarau. Kepada CNN (4/7), Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko mengungkapkan bahwa musim kemarau tahun ini diprediksi lebih kering dan terasa panas terik daripada tahun sebelumnya.

“Fenomena El Nino bersamaan dengan musim kemarau sehingga dampak yang dirasakan adalah kemaraunya menjadi lebih kering dibanding tahun 2018,” tambahnya.