04 August 2009 / EoF Investigative Report
Share on
Sumatra, Biodiversity loss, Pulp & paper, kepulauan meranti, Lestari Unggul Makmur, raja garuda mas, Tebing Tinggi,
PT. Lestari Unggul Makmur (LUM) merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tergabung dalam kelompok Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL). Tim investigasi Eyes on the Forest (EoF) menemukan PT. LUM telah membuat kanal-kanal yang telah mencapai panjangnya 10 kilometer dengan lebar mencapai 12 meter dan kedalamannya mencapai 5 meter (gambar 1). Saat investigasi dilakukan belum ditemukan areal hutan alam yang telah dikonversi, dimana menurut masyarakat hingga saat ini PT. LUM belum memperoleh izin operasional, meskipun sudah mendapatkan izin penebangan atau Rencana Kerja Tahunan.
Izin HTI PT. LUM diterbitkan pada tanggal 31 Mei 2007 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 217/Menhut-II/2007 dengan total area seluas 10.390 hektar di Kabupaten Bengkalis (sekarang Kabupaten Kepulauan Meranti) Provinsi Riau. Pada tahun 2009, PT. LUM di Provinsi Riau mendapatkan izin penebangan hutan alam atau Rencana Kerja Tahunan (RKT) berdasarkan Keputusan Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman Nomor 13/BPHT-3/2009 pada tanggal 13 April 2009, luas 2.832 hektar dengan target tebangan 262.837 m3 kayu alam.
Meskipun PT. LUM/APRIL baru saja menggali kanal-kanal dan belum memulai penebangan hutan alam, ternyata kegiatan mereka telah mengundang konflik sosial cukup tinggi dimana masyarakat Desa-desa seKecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, menolak ekspansi HTI PT LUM. Dasar penolakan masyarakat adalah dengan mempertimbangkan dampak negatif sosial dan ekologi, seperti terancamnya perkebunan sagu rakyat, hilang dan tenggelamnya Pulau Tebing Tinggi yang merupakan pulau terluar strategis, serta bahaya bencana lingkungan seperti hilangnya hutan penyangga desa serta penurunan permukaan lahan gambut (subsidensi).
Sebagian besar area konsesi HTI PT. LUM merupakan hutan tanah gambut yang berkedalaman 2 - 4 meter yang seharusnya dilindungi berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Karena itu, rencana penebangan hutan maupun pembuatan kanal-kanal yang dilakukan oleh HTI PT. LUM dianggap terindikasi melanggar hukum.
Ekspansi HTI PT. LUM juga akan memusnahkan perekonomian masyarakat yang mengandalkan mata pencarian utama pada usaha perkebunan sagu, karet, kelapa dan pinang di Kecamatan Tebing Tinggi. Kerugian yang dialami apabila produksi pertanian ini mati sekitar Rp1,6 miliar per bulan (sumber: harian Riau Pesisir, 14 Agustus 2009)
Sumber pendapatan ekonomi masyarakat di Pulau Tebing Tinggi yang paling utama adalah perkebunan sagu (gambar 5 dan 6). Hampir setiap keluarga memiliki perkebunan sagu dan telah turun-temurun mereka andalkan mata pencarian ini. Sehingga dengan ekspansi HTI PT. LUM secara langsung benar-benar akan memukul sumber ekonomi masyarakat yang signifikan.
Koalisi EoF mengimbau agar pemerintah meninjau ulang izin ekspansi HTI kepada PT LUM agar menghentikan operasionalnya dan merehabilitasi kanal-kanal gambut yang sudah dirusak. Belum terlambat untuk meninjau ulang perizinan HTI ini, guna mencegah konflik sosial antara masyarakat dan perusahaan yang lebih buruk serta mempertimbangkan kemungkinan kerusakan ekologis dan meningkatnya emisi karbon akibat perusakan hutan rawa gambut.