‘Legalisasi’ sawit melalui perubahan Kawasan Hutan di Kalimantan Barat

EoF Investigative Report / 19 December 2018

Pemantauan oleh Eyes on the Forest (EoF) melalui jaringannya di Kalimantan mengidentidikasi  127.459 hektar luas lahan dari 17 kebun sawit telah beroperasi selama bertahun-tahun, sebelum dikeluarkannya izin Surat Keputusan Nomor 936/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan tanggal 20 Desember 2013.  Artinya, sawit diproduksi di kawasan hutan tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang digariskan oleh hukum yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, perusahaan atau mitra yang perusahaan yang teridentifikasi telah mengembangkan sawit tanpa adanya izin Hak Guna Usaha (HGU). Kalaupun ada, tidak menutup kemungkinan bahwa luas kebun yang dikembangkan lebih besar dari ketentuan yang ada di HGU.

Selama periode November hingga Desember 2017 jaringan Eyes on the Forest di Kalimantan yang terdiri dari Yayasan Titian Lestari, POINT,  JARI Indonesia Borneo Barat, Kontak Rakyat Borneo, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Environmental Law Clinic, Lembaga Gemawan, Swandiri Institute, dan Gapeta Borneo Kaltara kemudian melakukan investigasi pada 17 lokasi yang merujuk pada hasil analisis tumpang susun Citra Landsat USGS 2017 dengan kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan.

Selama periode November hingga Desember 2017 jaringan Eyes on the Forest di Kalimantan yang terdiri dari Yayasan Titian Lestari, POINT,  JARI Indonesia Borneo Barat, Kontak Rakyat Borneo, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Environmental Law Clinic, Lembaga Gemawan, Swandiri Institute, dan Gapeta Borneo Kaltara kemudian melakukan investigasi pada 17 lokasi yang merujuk pada hasil analisis tumpang susun Citra Landsat USGS 2017 dengan kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan.

Beberapa kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi sasaran investigasi EoF terkait dengan kejanggalan dalam operasi kebun sawit yakni Bengkayang, Ketapang, Kubu Raya, Sanggau, Sambas, Sintang dan Kapuas Hulu.

Dari 17 perusahaan sawit yang diinvestigasi oleh tim EoF 15 diantaranya tidak hanya berafiliasi dengan investor nasional, tetapi juga China, Malaysia dan Amerika Serikat,  sedangkan 2 perusahaan lain belum teridentifikasi afiliasinya.

Sejumlah grup sawit yang diindikasikan bermasalah dengan melakukan perubahan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Bukan Hutan ini adalah : Artha Graha, Bumitama Gunajaya Agro, Cargil International Corp., Duta Palm Nusantara, Sampoerna Agro, Tianjin Julong, Bumitama Agri, Wilmar, Gunas, Indofood Agri, Lyman, Kencana dan Sinarmas.

Koalisi EoF meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut dan meninjau ulang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 733/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 8.389.600 hektar dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 936/Menhut-II/2013, 20 Desember 2013, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu KLHK diminta untuk melakukan penyidikan dan penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014.

Koalisi juga mendesak dilakukannya penyidikan dari temuan ini hingga berujung pada penegakan hukum terhadap pihak yang diduga melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku di negeri ini.