Musim Karhutla Terjadi Lagi, Puluhan Titik Panas Terdeteksi di Konsesi Afiliasi APP dan APRIL

EoF News / 26 July 2024
Foto Ilustrasi EoF: Forest/land fire occurs in the concession of PT. Hutahaen oil palm plantation which causes haze. Dokumentasi EoF, 2005

Memasuki bulan kemerdekaan Indonesia, nyatanya Indonesia belum merdeka dari ancaman kebakaran hutan dan lahan. Sejak awal Juli 2024, titik panas terdeteksi di Sumatera dan Kalimantan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru pada Jumat (26/7/2024) mendeteksi 328 titik panas (hotspot) di wilayah Sumatera, 45 di antaranya berada di Riau. Sejak Januari 2024, BPBD Riau mencatat 1.235 hot spot karhutla di Riau, 210 di antaranya merupakan fire spot. Hingga saat ini, kebakaran telah melahap sekitar 1.073,91 hektar lahan gambut dan hutan di berbagai daerah di Riau, termasuk Kabupaten Siak, Rohil, Pelalawan, Meranti, dan Indragiri Hulu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengerahkan enam helikopter water boombing atau penyiraman air dari udara untuk mempercepat upaya pemadaman api kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

"Satu unit baru ditambah hari ini sehingga total enam unit helikopter yang sedang beroperasi penyiraman air dari udara," kata Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Jin Gafur dalam siaran daring bertajuk “Teropong Bencana” Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti di Jakarta, Rabu (24/2024).

Ratusan titik panas juga menyebar di Kalimantan Barat. Dilansir dari Pontianak pos (25/7/2024), 271 Hotspot Terpantau Merata di 13 Kabupaten dan Kota di Kalbar, yang mana Kabupaten Sanggau dan Kubu Raya menjadi penyumbang titik panas terbanyak. Hal ini menyebabkan kabut asap kian tebal di Kalbar. Harian Kompas (26/7/2024) mengabarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kabupaten Raya telah masuk dalam kategori sangat tidak sehat, dengan nilai PM 2,5 mencapai 151,4 mikogram per meter kubik.

26 Titik panas terdeteksi di konsesi grup APP dan APRIL di Riau dan Kalbar

Analisis Eyes on the Forest untuk wilayah Riau berdasarkan hasil deteksi satelit NASA FIRM VIIRS (dengan level confidence nominal) sejak 3 hingga 26 Juli 2024, terdapat 2 titik panas (hotspot) di konsesi afiliasi grup Asia Pulp & Paper / Sinar Mas Group, yakni PT Balai Kayang Mandiri dan PT Suntara Gajapati. Kemudian 3 titik panas terdeteksi di konsesi afiliasi grup APRIL, yakni PT Rimba Lazuardi, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Selaras Abadi Utama.

Sedangkan hasil deteksi satelit MODIS dengan confidence 50-100% menyimpulkan 6 titik panas terdeteksi di konsesi afiliasi APP yakni PT Sekato Pratama Makmur, PT Balai Kayang Mandiri, dan PT Suntara Gajapati, PT Satria Perkasa Agung dan PT Arara Abadi. 3 Titik juga terdeteksi di konsesi afiliasi  grup APRIL yakni 2 titik di PT Rimba Lazuardi dan 1 titik di PT Sumatera Riang Lestari. Dari 14 titik panas yang ada di konsesi APP dan APRIL tersebut, 2 titik terdeteksi berada di lahan gambut dengan kedalaman kurang dari dua meter dan 1 titik berada di lahan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter. 

Peta distribusi titik panas di konsesi APP dan APRIL 3-26 Juli 2024 di wilayah Riau

 

Sementara di wilayah Kalbar, analisis EoF berdasarkan hasil deteksi satelit NASA FIRM VIIRS (dengan level confidence nominal) sejak 3 hingga 26 Juli 2024, EoF melihat adanya 51 titik panas, 4 diantaranya berada di konsesi afiliasi APP yakni PT Finnantara Intiga. Sedangkan hasil deteksi satelit MODIS dengan confidence 50-100% menunjukkan terdapat 33 titik panas, di mana 8 diantaranya berada di konsesi APP yakni PT Asia Tani Persada dan PT Finnantara Intiga. Dari 72 titik panas yang terdeteksi di Kalbar, 3 diantaranya berada di Kubah Gambut. 

Peta distribusi titik panas di konsesi APP dan APRIL 3-26 Juli 2024 di wilayah Kalbar

Hal yang sama juga diungkap oleh Direktur Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, dalam harian Tribun Pontianak (26/7), bahwa WALHI Kalimantan Barat mencatat sedikitnya sebanyak 7.376 hotspot terpantau pada 235 konsesi (sawit dan HTI) di Kalimantan Barat.

Ia juga menilai pemerintah belum sigap dalam mengatasi karhutla di Kalimantan Barat.

“Sejauh ini belum terlihat upaya yang dilakukan pemerintah memastikan warga mengetahui kondisi udara pada level mana dan belum ada juga himbawauan pihak terkait apa yang mesti dilakukan warga agar terhindar dari risiko kesehatan akibat polusi asap. Demikian juga terkait layanan kesehatan belum disiagakan dalam merespon situasi yang saat ini terjadi” ujar Hendrikus Adam dalam harian Tribun Pontianak, Jumat 26 Juli 2024.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, mengungkapkan pada tujuh provinsi prioritas penanganan Karhutla tercatat sejak Januari hingga 22 Juli 2024 total luas lahan terbakar di Riau mencapai 572,9 hektare, Kalimantan Tengah 275 hektare, Kalimantan Barat 35 hektare, Sumatera Selatan 21 hektare, dan Kalimantan Selatan 2 hektar.

Abdul Muhari juga mengingatkan pentingnya mewaspadai peningkatan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tujuh provinsi prioritas penanganan Karhutla 2024.

“Upaya mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan harus dilakukan oleh semua pihak, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Kejadian Karhutla paling banyak diakibatkan aktivitas manusia, termasuk karena hal sepele seperti membuang puntung rokok sembarangan” ungkap Abdul Muhari dalam acara Disaster Briefing Waspada Karhutla di kanal YouTube BNPB Indonesia, Senin (22/7).