Laporan Investigasi November 2006

EoF Investigative Report / 18 April 2007

Blok Kerumutan


Investigasi Eyes on the Forest pada bulan November 2006 menemukan sekitar 2.000 ha hutan alam di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa sudah ditebangi oleh PT Arara Abadi (AA), anak perusahaan Sinar Mas Group, bagian Asia Pulp & Paper (APP) di Riau.  Penebangan di konsesi ini dimulai pada 2006. PT Arara Abadi bersama PT Riau Gemilang Surya Reteh, PT Sentra Baja Perkasa dan PT Belawan Indah melakukan aktivitas penebangan hutan alam di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa. Penebangan di blok Kerumutan ini dipersiapkan untuk mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) minimal 15.000 ha milik PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa.   
 
Investigasi Eyes on the Forest ini memang belum sementara menemukan perusahaan yang menerima dan menyimpan kayu, namun berdasarkan pemantauan lapangan yang menunjukkan keterlibatan PT Arara Abadi, EoF meyakini bahwa PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP), pabrik pengolahan bubur kertas milik APP, mengambil kayu dari konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa.
 
Eyes on the Forest belum menemukan izin penebangan hutan alam PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa yang ditebang habis untuk areal penanaman akasia dan HTI, namun:    
 
Data resmi dari Departemen Kehutanan RI 2005 (http://www.dephut.go.id) menyebutkan PT Mutiara Sabuk Khatulistwa memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Alam atau izin selective logging consession (HPH) dan bukan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman atau HTI.  • Izin HPH/IUPHHKHA PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 109/KptsII/2000 tanggal 29 Desember 2000. Luas konsesi dimana penebangan terjadi adalah 44.595 hektar.   
 
EoF sementara belum menemukan perubahan izin HPH menjadi HTI di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa. Namun, setelah mengonfirmasikan hasil temuan ini kepada APP (April 2007), pihak perusahaan menjelaskan telah mendapat persetujuan dari Departemen Kehutanan atas rencana pengelolaan hutan melalui dua sistem silvikultur (Tebang Pilih Tanam Indonesia dan Tebang Habis Permudaan Buatan/land clearing) lihat respon APP.  
 
Terlepas dari izin yang diberikan pemerintah seperti disebutkan diatas, EoF merujuk pada sejumlah peraturan kehutanan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur secara tegas kriteria kawasan yang dapat dijadikan areal IUPHHKHT atau HTI; yakni bukanlah pada hutan alam, melainkan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar di hutan produksi (PP 34/2002, pasal 30 ayat 3), atau pada penutupan vegetasi berupa non-hutan atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu bulat  berdiameter 10 cm  untuk semua jenis kayu  dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3  per hektar (Kepmenhut 10.1/2000, Pasal 3). Kriteria yang sama juga ditegaskan oleh Kepmenhut 21/2001, poin (b), Kepmenhut 33/2003, pasal 5 ayat (2) huruf c); Kepmenhut 32/2003, pasal 4 ayat (2) huruf a);  dan Permenhut 05/2004, pasal 5 ayat (1).