Sumatra, Carbon stock, Biodiversity loss, Pulp & paper, Annas Maamun, Darmex, Duta Palma, konflik, Korupsi Hutan, KPK, siberakun,
Kasus suap alih fungsi hutan di Provinsi Riau yang menjerat mantan Gubernur Riau Anas Maamun masih terus bergulir menjangkau terdakwa lainnya. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru menggelar sidang perdana dugaan suap melibatkan perusahaan sawit PT Duta Palma dengan terdakwa Suheri Terta, Legal Manager, terhadap Annas Maamun, Senin (27/7/2020).
Dalam sidang yang dipimpin hakim Saut Maruli Tua Pasaribu terungkap bahwa ada aliran dana dari PT Duta Palma kepada Gubernur Riau 2014-2019, Annas Maamun, sebesar Rp 3 miliar.
Rabu (29/7), KPK kemudian melakukan pemeriksaan terhadap Zulfadli, Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Provinsi Riau. Juru Bicara KPK RI Ali Fikri menyebut pihaknya meminta keterangan Zulfadli sebagai saksi untuk tersangka Surya Darmadi yang merupakan pemilik PT Darmex Group dan PT Duta Palma.
“Ya. Kadisbun Riau Zulfadli dimintai keterangan untuk tersangka yaitu Surya Darmadi, pemilik PT Darmex Group dan PT Duta Palma. Diperiksa sebagai saksi tersangka SUD,” ujarnya kepada Riau Pos (29/7).
Seperti yang diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka bersama Legal Manager PT Duta Palma, Suheri Terta pada April 2019. Selain itu, KPK juga menetapkan PT Palma Satu sebagai tersangka korporasi. Langkah KPK tersebut diapresiasi oleh sejumlah LSM lingkungan di Riau.
“KPK layak diapresiasi atas keberaniannya melawan kejahatan korporasi. Keberanian ini juga wujud gerakan yang diinisiasi KPK bernama Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) yang digaungkan sejak 2013,” ungkap Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Konflik Duta Palma di Kenegerian Siberakun
Selain terlibat kasus suap alih fungsi lahan, PT Duta Palma juga dituding mengingkari perjanjian dengan masyarakat Siberakun, Kuantan Singingi, 22 tahun yang lalu. Menindaklanjuti hal tersebut, Komisi II DPRD Riau melakukan panggilan Rapat Dengar Pendapat (hearing) dengan pihak PT Duta Palma untuk dimintai keterangan terkait pembukaan kebun kelapa sawit mereka di Kenegerian Siberakun, Kabupaten Kuantan Singingi pada Kamis, 23 Juli 2020.
Dilansir dari harian Transriau (24/7), pemuka masyarakat Siberakun Suwardi menyebut kalau pihak perusahaan telah ingkar janji sejak berorasi di kampung mereka.
"Sudah bertahun-tahun PT Duta Palma Nusantara beroperasi di Siberakun, tapi masyarakat tidak mendapatkan apa-apa, kecuali janji manis. Lahan yang mereka garap sudah jauh melebihi luas HGU dan parit yang ada di lokasi kebun sebelumnya dipindahkan mereka. Untuk itulah kami mengadu ke DPRD Riau supaya persoalan yang terjadi selama ini ada titik temu," papar Suwardi.
Ketua komisi II DPRD Riau Robin Hutagalung menegaskan bahwa pihak perusahaan harus mengembalikan hak-hak masyarakat dan menggarap lahan di dalam HGU saja. Bahkan terbukti kalau Duta Palma sejauh ini belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) baru sebatas izin pelepasan kawasan sejak tahun 1998 lalu. tambahnya. Sudah 28 tahun mereka menggarap perkebunan tanpa HGU.
Anggota Komisi II DPRD Riau Manahara Napitupulu usai hearing juga mengungkapkan, dari dokumen yang diterimanya, bahwa HGU PT Duta Palma Nusantara jatuh tempo di tahun 2018, akan tetapi telah diperpanjang di tahun 2005. “Kami rasa ini sesuatu di luar kepatutan,” kata Manahara.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Eyes on the Forest pada November 2017 dan diterbitkan Mei 2018, ditemukan 10 perusahaan yang diindikasikan berada pada kawasan hutan. Enam perkebunan di antaranya merupakan perusahaan yang bergabung dengan grup Darmex (afiliasi Duta Palma grup). Diperkirakan luas 10 perusahaan yang teridentifikasi sekitar 73.047 hektar dan hanya memiliki HGU sekitar 40.005 hektar, yang mana izin HGU tersebut berada dalam kawasan hutan.