Perhutanan Sosial solusi konflik berkepanjangan masyarakat Dosan dengan PT Arara Abadi

EoF Press Release / 12 November 2021
konsesi PT Arara Abadi (APP) di Riau

Masyarakat Kampung Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Bengkalis, Riau, mengunjungi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk berdiskusi dan mengadukan perihal konflik yang mereka alami dengan PT Arara Abadi (pemasok Asia Pulp & Paper /APP- Sinar Mas Group).

Salah satu lembaga yang dikunjungi adalah Perkumpulan Elang pada  Jumat, 05 November 2021. Perkumpulan Elang telah lama mendampingi masyarakat Kampung Dosan. Kedatangan masyarakat diwakili oleh Rizal, Sekretaris Kelompok Tani Doral Berkarya dan Andi Putra, tokoh masyarakat Dosan sekaligus mantan camat Pusako.

Hampir dua puluh tahun masyarakat Kampung Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak berkonflik dengan PT Arara Abadi. Konflik ini terjadi karena masyarakat dianggap menggarap lahan yang menjadi konsesi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut. Acap kali tanaman dan kebun masyarakat dimusnahkan oleh perusahaan dengan berbagai cara mulai dari mencabut hingga meracuni tanaman. Bahkan beberapa kali hampir terjadi bentrok fisik antara masyarakat dan karyawan PT.Arara Abadi.

Salah satunya pada 2011 ketika sekuriti PT Arara Abadi bersama anggota Brimob mengusir demonstran dengan melepaskan anjing. Pada tahun 2014 masyarakat Desa Dosan berunjuk rasa ke Kantor Bupati Bengkalis menuntut keadilan haknya atas tanah yang telah dirampas oleh PT Arara Abadi. Terbaru, Oktober 2021, masyarakat mengusir alat berat milik PT Arara Abadi yang sedang bekerja di tanah mereka.

Rizal, Sekretaris Kelompok Tani Doral Berkarya Tanjung Medan mengatakan bahwa masyarakat sudah menggarap lahan yang berada di Doral, Kampung Pusako sejak tahun 1990, jauh sebelum PT Arara Abadi mendapatkan izin di sana.

“Pada saat kami di situ belum ada kami mengetahui bahwa di situ telah terbit izin HTI Arara Abadi,” ungkap Rizal. Saat mereka menerima informasi adanya konsesi, waktu itu masyarakat dijanjikan wilayah mereka akan dikeluarkan dari kawasan konsesi yang baru terbit itu. “Nanti [areal] kami akan dikeluarkan dari Kawasan HPH HTI PT Arara Abadi sesuai dengan SK Menteri 743 tahun 96 itu,” ujarnya. Namun, hingga saat ini Rizal mengaku lahan mereka belum juga dikeluarkan dari areal konsesi.

Masyarakat Kampung Dosan sudah menguasai lahan Doral dan berkebun di sana dengan jenis tanaman seperti karet sagu dan lain-lain yang dibuktikan dengan surat kepemilikan lahan yang diterbitkan desa pada tahun 1990. Sementara itu, PT Arara Abadi mendapatkan izin dari Menteri kehutanan pada tahun 1996 dan mulai beroperasi pada tahun 2002 yang ditandai dengan pembuatan portal di km 3 Jalan Doral. Masyarakat menyebutkan semenjak adanya perusahaan HPH HTI tersebut terjadi beberapa dampak yang mereka rasakan, yaitu:

  • Masyarakat terusir dari lahan yang telah lama mereka kelola
  • Tidak bisa mengelola kebun yang telah ditanami karena akses ditutup perusahaan
  • Sering terjadi bentrok antara masyarakat dan pihak keamanan perusahaan
  • Sering terjadi kebakaran lahan
  • Terjadi kesenjangan sosial di tingkat masyarakat

Andi Putra, mantan camat Pusako, menyatakan bahwa kehadiran PT Arara Abadi mengganggu ketenangan masyarakat yang sudah berlangsung sejak lama di Doral, Kampung Dosan. “Dahulunya masyarakat hidup di sana tenang, bisa berkebun dengan baik tidak ada masalah. Namun seiring berjalannya waktu sampai di tahun-tahun 2000-2005 mulailah muncul konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Konflik itu mencul setelah perusahaan masuk di lahan-lahan masyarakat” ujar Andi yang juga putra asli kelahiran Dosan.

Perkumpulan Elang telah mendampingi masyarakat Dosan sejak awal-awal terjadinya konflik dengan perusahaan. Perkumpulan Elang mengetahui betul bagaimana perjuangan masyarakat mendapatkan hak mereka atas kebun dan lahan yang telah  lama mereka Kelola.

Janes Sinaga, Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang, menganggap bahwa konflik antara masyarakat dan perusahaan ini harus segera dicarikan solusinya oleh pemerintah agar tidak berlarut-larut dan dikhawatirkan semakin meluas. “Jika konflik ini tidak segera dicarikan jalan-keluarnya maka kita khawatir ke depan akan terjadi konflik yang lebih besar bahkan hingga menelan korban jiwa,” ujar Janes.

Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan memberikan akses kelola pada masyarakat melalui program perhutanan sosial di lahan-lahan yang sudah digarap oleh masyarakat. Selain itu, untuk pemukiman dan fasilitas umum harus dikeluarkan dari kawasan hutan dan konsesi dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

 “Kita saat ini tengah mendampingi masyarakat untuk mengusulkan pengajuan perhutanan sosial ke kementerian LHK. Kita berharap usulan yang akan diajukan oleh masyarakat Dosan ini dapat dikabulkan oleh kementerian sehingga masyarakat dapat berkebun dengan tenang” papar Janes. “Untuk pemukiman dan fasilitas umum kita ajukan agar dikeluarkan dari kawasan hutan dengan skema TORA”, tutup Janes.